Potret Demokrasi Ibu Pertiwi

Negara adalah Saya”, pernyataan tak lazim yang kerap kita dengar ini sempat terkenal di masa sebelum revolusi Prancis. Raja Louis XIV adalah diktator yang termahsyur di Prancis bahkan di seluruh dunia pada saat itu. Dialah pencetus pernyataan yang terdengar sedikit arogan tersebut. Raja Louis XIV juga yang mengambil alih setiap pengaturan yang sangat detil dari suatu negara. Dia bagaikan seorang bos yang mengontrol setiap hembusan nafas rakyat Prancis. Dengan anggapan bahwa dirinya adalah tuhan, dia terkenal atas ketidakpedulian-nya terhadap rakyat, bersikap sewenang-wenang tanpa ada pertimbangan bagi hidup rakyat.
Pernyataan di atas tersebut sangat tidak sesuai dan bertolak belakang dengan bentuk demokrasi yang dianut oleh hampir seluruh negara di dunia, khususnya Indonesia. Dimana makna dari demokrasi ialah kedaulatan yang diatur oleh rakyat, untuk rakyat dan dari rakyat (Abraham Lincoln). Dalam kehidupan yang penuh dengan demokrasi, rakyat diharapkan untuk ikut berpartisipasi dalam pemerintahan. Setiap aspirasi dan masukan dari rakyat merupakan wujud konkrit dari penerapan budaya demokrasi di suatu negara. Tanpa adanya kontribusi dari rakyat secara langsung, pemerintahan tidak berarti apa-apa. Untuk itu, pemerintah haruslah seorang sosok pemimpin dan suri tauladan yang dipilih oleh rakyat dan bahkan dapat pula berasal dari golongan mereka. Sehingga diharapkan aspirasi yang mereka ajukan dapat ditanggapi secara langsung. Inilah hal yang seharusnya dilakukan, seperti nilai dari sisi demokrasi yang sesungguhnya.Tujuannya adalah mewujudkan pemerataan kesamaan hak, mengatur jalannya pemerintahan dan menegakkan hak asasi manusia yang seharusnya diimplementasikan secara optimal.
Adapun demokrasi itu merupakan salah satu nilai budaya yang dianut di Indonesia. Undang-Undang dan dasar negara sebagai tonggak dari pemerintahan mendukung teori kemanusiaan tersebut. Keduanya merupakan hasil musyawarah dari berbagai diskusi para wakil rakyat yang didalamnya membahas tentang nilai dan kepribadian bangsa. Itu merupakan suatu awal yang baik bagi kehidupan demokrasi masa kini yang semakin gencar disosialisasikan oleh pemerintah ke khalayak banyak. Namun pada dasarnya, tak selamanya demokrasi yang bertujuan baik ini mendapat reaksi positif dalam masyarakat. Terlebih lagi apabila hal itu tidak diaplikasikan secara bijaksana. Tak ayal, berbagai reaksi negatif pun bermunculan yang berdampak pada pertumbuhan demokrasi di Indonesia. Seiring berjalannya waktu, pemerintah pun mulai mengambil alih lagi ‘kejayaan Raja Louis’seperti di masa lampau. Hal yang membedakannya hanyalah pada jumlah pelaku penyelewengan kekuasaannya. Jika pada Perang Dunia II hanya Raja Louis XIV yang menjadi ‘kunci utama’nya. Tapi, di masa sekarang ini, pemerintah beramai-ramai mengeroyok rakyat. Dalam artian bahwa banyak oknum yang terlibat dan tak berhati nurani. Akibatnya, segelimpangan orang menjadi sasaran dan korban yang tidak sepatutnya menderita.
Persiapan Sea Games 2011 yang akan diadakan di Palembang adalah salah satu contoh kecil tentang isu tersebut . Pemerintah secara halus memaksa rakyat agar ikut memeriahkan acara tersebut dengan alasan untuk menghormati negara lain. Mereka membuat akses transportasi di Palembang sementara di tutup untuk digunakan pada saat pembukaan SEA GAMES. Selain itu, bentuk penyelewengan lain adalah kasus penggelapan dana yang seharusnya dipakai untuk membangun wisma atlet malah di konsumsi untuk kepentingan pribadi. Hal tersebut sudah cukup menjelaskan sedikit banyak tentang penyimpangan demokrasi di negara ini. Inilah wujud atas ketidakpedulian pemerintah dalam mendengarkan dan memperhatikan aspirasi rakyat. Karenanya, rakyat merasa seolah tidak di gubris oleh pemerintah meskipun mereka telah mengadukan keluh kesahnya. Inilah potret asli dari teori demokrasi Indonesia yang semakin lama semakin pudar karena perubahan zaman. Tak sedikit kata yang diucap, tak banyak aksi yang di dapat.

Leave a comment